Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam pengelolaan tuna berkelanjutan di kancah internasional. Kali ini, Indonesia meraih nilai tingkat kepatuhan tertinggi pelaksanaan resolusi tahun 2021 sebesar 81% pada Komisi Tuna Samudera Hindia (IOTC).
Capaian nilai tersebut meningkat 7% dari penilaian tahun sebelumnya serta merupakan yang tertinggi sejak pertama kali dilakukan penilaian tingkat kepatuhan pelaksanaan resolusi di IOTC pada tahun 2010. Pada penilaian tahun 2022, rerata nilai tingkat kepatuhan negara-negara anggota IOTC adalah sebesar 69%, menurun 4% dari tahun lalu.
Meski demikian, menurut Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Ridwan Mulyana, Indonesia masih perlu memperbaiki pelaksanaan resolusi pengelolaan tuna berkelanjutan. Resolusi yang perlu ditingkatkan kepatuhannya di antaranya kelengkapan informasi kapal, data tangkap dan usahakandata frekuensi ukuranpembatasan ukuran ikan untuk spesies ikan billfishpembaharuan daftar kapal penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUUF), serta laporan pengamat untuk implementasi proyek percontohan transhipment antara kapal kayu pengangkut ikan dan kapal tuna garis panjang.
Raihan positif ini disampaikan dalam sidang internasional IOTC yang digelar di Seychelles pada tanggal 9 hingga 20 Mei 2022. Pertemuan ini dihadiri 240 peserta (luring dan daring) yang berasal dari 25 negara anggota IOTC yang hadir, 1 negara bukan anggota (bekerja sama pihak non-kontrak) dan 12 pengamat internasional.
Serangkaian pertemuan tersebut diawali dengan pertemuan Sidang Komite Kepatuhan ke-19 (CoC19) IOTC yang dipimpin oleh Prof. Indra Jaya (Ketua) dari Indonesia, kemudian diikuti pertemuan Sidang ke-19 Panitia Tetap Bidang Administrasi dan Keuangan (SCAF), Sesi ke-5 Komite Teknis Prosedur Manajemen (TCMP), dan diakhiri dengan pertemuan Sidang ke-26 Komisi Tuna Samudera Hindia (S26).
Lebih lanjut Ridwan menerangkan pada pertemuan S26, isu utama yang dibahas adalah terkait tuna sirip kuning (YFT), cakalang (SKJ), saatnya untuk mencampakkannya dan melanjutkan (BET), dan rumpon (perangkat pengumpulan ikan/FAD) terutama berkaitan dengan pembatasan hasil tangkapan dan pengendalian penangkapan. Komisi IOTC menyetujui untuk mengadopsi prosedur manajemen (MP) untuk BET, namun belum sepakat untuk mengadopsi terkait usulan proposal mengenai pembatasan tangkapan SKJ dan pengelolaan rumpon.
Di tahun 2021, IOTC telah menyepakati adanya pengurangan batas tangkapan YFT melalui resolusi 21/01. Kemudian di tahun ini, terdapat usulan penambahan reduksi batas tangkapan YFT kembali untuk memulihkan stok YFT yang saat ini masih dalam kondisi ditangkap berlebihan dan penangkapan ikan berlebihan.
“Kita sampaikan posisi Indonesia dalam pengelolaan tuna di wilayah IOTC. Kita mendukung dan menyetujui membangun kembali stok untuk YFT melalui rencana sementara untuk memastikan keberlanjutan dan mempercepat pemulihan sumber daya dan ekonomi,” jelasnya.
Pada pertemuan tahunan itu pula, Indonesia menyampaikan bahwa belum bisa menarik penolakan terhadap resolusi 21/01 mengenai pembangunan kembali YFT pada pertemuan S25 tahun 2021. Ini dikarenakan keberatan Indonesia terhadap sumber data yang digunakan untuk menentukan batas tangkapan YFT sehingga berdampak negatif pada perikanan skala kecil dan artisanal Indonesia, yang saat ini data tersebut masih dalam proses re-estimasi dengan Sekretariat IOTC. Sampai akhir pertemuan masih belum ada kata sepakat sehingga diusulkan akan dibahas kembali pada sesi khusus yang jadwalnya akan ditentukan kemudian.
Indonesia juga menegaskan komitmennya untuk sepenuhnya mematuhi tindakan konservasi dan pengelolaan, termasuk penyampaian data tangkapan tuna serta bekerja sama dengan IOTC dalam mengatasi perbedaan data tangkapan tuna Indonesia yang sudah dimulai sejak tahun 2021. Buah dari komitmen ini tercermin dari tren peningkatan tingkat kepatuhan Indonesia terhadap tindakan konservasi dan pengelolaan (CMM) dalam sepuluh tahun terakhir, terutama selama tahun 2021.
Proposal untuk merevisi resolusi 21/02 terkait transhipment juga disampaikan Indonesia dengan mengajukan penambahan 5 unit kapal pengangkut ikan berbahan kayu menjadi 17 unit dari yang semula 12 unit. Alasannya untuk menjaga mutu ikan tuna segar dan beku Indonesia dalam memenuhi kebutuhan pasar serta untuk menekan biaya operasional akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Tidak ada penolakan dari anggota Komisi IOTC dalam penyampaian proposal tersebut, sehingga perubahan resolusi 21/02 diadopsi berbarengan dengan perubahan yang diajukan oleh Jepang.
Sebagai bentuk komitmen dalam pengelolaan tuna di Samudera Hindia dan untuk meningkatkan level kepatuhan perlu dilakukan beberapa langkah tindak lanjut krusial. Antara lain perbaikan pendataan statistik dan ilmiah serta adopsi ke dalam legislasi nasional untuk beberapa ketentuan dalam resolusi yang sudah diadopsi.
Selain itu juga meningkatkan peran aktif dan kerja sama dari pelaku usaha dalam pelaksanaan kewajiban resolusi yang diadopsi IOTC serta peningkatan kepatuhan dalam pelaporan pengamat untuk implementasi proyek percontohan transhipment kapal kayu pengangkut ikan.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam berbagai kesempatan menyampaikan atensinya pada upaya peningkatan kesejahteraan nelayan. Dalam mengelola perikanan tuna, ia menilai perlu memperhatikan keseimbangan aspek ekologi, sosial dan ekonomi dalam upaya pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.
Pewarta: PR Wire
Editor: Kawat PR
HAK CIPTA © ANTARA 2022
Untuk memperolah keakuratan angka jitu 2d, 3d, apalagi 4d sesudah itu pergunakan rumusan Anda sendiri. Bila hasil angka yang Anda dambakan tidak cocok juga, maka yakinlah prediksi hk.pools Anda yang tersedia hari ini bakal keluar.
Harap selamanya saling yakin pada diri sendiri dan termasuk berkenan menghormati kami seluruh sesama para prediktor agar tidak mengakibatkan keributan yang dapat merugikan pihak manapun.